picasion
Tampilkan postingan dengan label cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cerpen. Tampilkan semua postingan

Jumat, 08 Maret 2013

Cerpen Apel Ajaib


Selamat malam sahabat lintang lovers, kemaren  sudah membahas tentang Cerpen Surat buat Wewen, malam hari ini saya akan menceritakan sebuah Cerpen yang sangat bagus untuk mengambil hikmah yang ada didalam Cerpen Apel Ajaib. Hikmah yang bisa diambil adalah jadilah orang yang suka baca buku, kaya saya suka baca buku.... hehehe :) malahan jadi cerita tentang saya..Ya sudah langsung saja sahabat lintang lovers membaca Cerpen Apel Ajaib selamat membaca.

Cerpen Apel Ajaib
    Hans adalah seorang pemuda yang jujur dan baik hati. Sejak kecil dia hidup sebatang kara. Pekerjaannya bertanam sayur mencari kayu di hutan. Hans sangat senang membaca. Orang-orang sedesanya menganggapnya bodoh karena dia mengahabiskan uang untuk membeli buku.
“Untuk apa belajar? Lebih baik uang itu digunakan untuk membeli baju atu memperbaiki rumah”, kata mereka.
   Hans tidak perduli. Dia tetap belajar dengan rajin. Dia menganggap ilmunya itu pasti akan berguna suatu saat nanti.
   Suatu pagi  Hans pergi ke kota lain harus melewati hutan. Tapi, karena lama tak pernah lewat, dia sadar kalau dia telah jauh masuk hutan. Hans pun tersesat. Dia terduduk di bawah sebatang pohon besar karena kecapaian.
   Dia juga merasa haus dan sangat lapar. Padahal kantong bekalnya sudah kosong. Hans pun memejamkan mata. Sebaiknya aku beristirahat saja dalam pikirannya.
   Pluk! Sesuatu jatuh dekat kakinya. Hans membuka mata. Sebuah apel merah segar tergeletak di sana. Oh, oh. Ternyata dia beristirahat di bawah sebatang pohon apel. Buahnya lebat dan besar-besar.
   Hans meraih apel itu dan memakanya dengan suka cita. Rasanya enak sekali. Terutama karena dia sangat lapar.
    “Hei apa-apaan kau ini!”
    Hans terkejut. Seorang kakek kecil muncul tiba-tiba. Entah dari mana datangnya. Wajahnya terlihat garang.
    “Enak saja kau memakan apel itu!  Tak tahukan kau kalau itu milik kami, kaum kurcaci?” Pak Kurcaci marah-marah.
    Oh maafkanlah saya, Kek. Saya sungguh tidak tahu,” kata Hans. “Saya kira apel ini tidak ada pemiliknya.”
     Pak Kurcaci mendengus. Dia sudah sering mendengar alas an serupa itu. Diletakkanya karung yang dibawanya. Dia tak mempedulikan Hans lagi.
    “Maafkan saya, kek. Saya tak mengulanginya lagi.” Hans menyesal sekali. Ini kali pertama dia dikasari. Rasanya sungguh tidak enak.
   “Kakek mau memetik apel-apel itu,ya ? Bagaimana kalau saya membantu Kakek? Sebagai ganti apel yang saya makan tadi.”
   “Sungguh?” Wajah Pak Kurcaci beseri. Kamu mau memanjat pohon ini untukku?”
   “Tentu saja!” Dengan cekatan  Hans memanjat pohon ape itu dan memetik buahnya. Sementara di bawah pohon Pak Kurcaci mengumpulkan dan memasukannya kedalam karung. Hans bekerja sangat dengan penuh semangat. Sedikit pun dia tak mengeluh. Dia naik sampai ranting yang paling ujung . Tak peduli bagaimana susahnya. Dia baru turun setelah seluruh apel yang ada dipohon itu habis.
     Pak Kurcaci sangat puas. Berkat bantuan Hans, dia dan kurcaci-kurcaci lain tak perlu memetik apel selama seminggu ini.
   “Karung-karung ini sangat berat  sekali, Kek? “ Kata Hans. “Bagimana kalau saya membantu membawakanya kerumah Kakek?”
    “Oh  tak perlu,” jawab Pak Kurcaci. “Saya   bisa memanggil teman-teman lain untuk membawanya. Lagi pula kami  tak ingin ada manusia yang mengetahui tempat tinggal kami.”Hans mengangguk.
   “Kamu tentu lelah sekali. Ambillah beberapa buah apel ini untukmu!”
    “Terima kasih, Kek,” Hans mengambil sebuah buah apel yang paling kecil. Pak Kurcaci terbelalak. Masa cuma satu ? Ambillah lagi!”
   Tapi Hans menggeleng . “Terima kasih, Kek. Ini saja sudah cukup. Saya senang sekali bisa menolong Kakek. Terutama karena saya  sempat membuat Kakek marah.”
   Pak Kurcaci tertawa. Dia sangat  berkesan akan kebaikan Hans. “ Kamu seorang pemuda yang baik,” pujinya. “ Terima kasih banyak.”
   Keduanya pun berpisah. Karena hari telah sore, Hans tak jadi pergi. Atas petunjuk Pak Kurcaci, Hans menemukan jalan pulang. Hari sudah gelap ketika Hans tiba di rumahnya. Tubuhnya sangat lelah dan lapar.
  “Oh ya, aku masih punya sebuah apel,” Hans mengeluarkan buah apel itu dari kantong bekalnya. Dan… oh, dia kaget sekali. Apel itu berkilat di bawah sinar lentera. Warnanya kuning emas. Ya, ya, apel itu telah berubah jadi apel emas. Itulah hadiah dari Pak Kurcaci atas kebaikan Hans.
   “ Alangkah indahnya,” gumam Hans, mengagumi  apel itu. “Apel seindah ini hanya pantas dimiliki oleh Baginda Raja.” Lalu Hans memutuskan untuk menghadiahkan apel emas itu kepada Raja.
   “Oh, indahnya!” seru Raja menerima apel emas itu. “ Dari mana kau memperolehnya?”
   Hans pun menceritakan pengalamanya   kepada raja. Dan selagi dia bercerita , Raja teringat akan ramalan akan kerajaan ketika Putri Nadya lahir dua puluh tahun yang lalu. “Suatu hari akan dating seorang pemuda yang mempersembahkan apel emas kepada Raja. Pemuda itu jodoh sang Putri,” begitu bunyi ramalan itu.
   Baginda Raja mengamati Hans, Jadi ini pemuda itu piker Raja. Raja sama sekali tak menyangka kalau pemuda yang diramalkan itu hanya pemuda desa biasa. Mulanya Raja mengira, seorang pemuda yang sanggup mempesembahkan buah apel emas tentulah seorang bangsawan atau pangeran.
    “Dia sama sekali tidak pantas untuk Tuan Putri,” kata Perdana Mentri. “ Suatu hari kelak Baginda akan mundur dari tahta dan digantikan oleh suami Tuan Putri. Pengganti  Baginda tentulah harus orang yang cerdas dan bependidikan.”
   “Kita perlu menguji kecerdasanya,” kata Raja. Hans pun diminta untuk ikut ujian. Raja dan Perdana Mentri sendiri mengujinya. Keduanya sangat terkejut dengan kecerdasan Hans. Akhirnya Hans menikah dengan Putri Nadya. Dan ketika Raja mundur dari tahta, Hans menggantikannya menjadi Raja. Dia memerintah dengan adil dan bijaksana. Seluruh rakyat sangat mencintai rajanya.    


Selasa, 05 Maret 2013

Cerpen, Surat untuk Wewen

Sahabat lintang lovers pasti sudah kenal dengan namanya cerpen, Cerpen adalah cerita pendek yang di karang orang penulis, untuk menceritakan sebuah kejadian atau pengalaman seseorang. Baiklah tidak usah banyak bicara lagi langsung saja Cerpen Surat untuk Wewen...

Surat untuk Wewen




Di luar gerimis membasahi bumi, di dalam kamarku ini air mata membasahi pipiku. Aku teringat padamu yang sedang  terbaring di rumah sakit. Mungkin kamu menganggap musibah yang kamu alami kemaren siang itu Cuma kecelakaan biasa. Mungkin kamu tidak pernah menyadari kalau kakakkulah yang menjadi penyebabnya.
    Rudi kakakku satu-satunya, karena itu dia selalu dimanjakan papaku. Semua keinginannya pasti dipenuhi Papa. Bahkan Papa selalu mengingatkanku , bahwa kelak Rudilah yang akan menggantikan kedudukan Papa di perusahaannya. Tidak heran kalau Rudi jadi besar kepala, sok berkuasa. Semua perintahnya tidak boleh dibantah oleh siapapun. Dan kami memang tidak pernah membantah perintahnya.Aku, kedua pembantu di rumah dan ayah kami. Cuma kamu yang berani membantah perintahnya. Dengan tegas kamu menolak perintahnya untuk mengerjakan PRnya, dengan tegas kamu berkata” PR kamu, jadi harus kamu yang kerjakan sendiri”.
   Rudi jadi gusar melihat sikapmu itu. Selama ini tidak pernah ada yang berani menolak perintahnya. Juga teman-temannya yang selama ini mengaggap dia bos. Dia memang selalu merasa dirinya bos. Gayanya saja sudah persis seperti gaya Papaku. Apalagi dia selalu memiliki uang dan tidak pelit kepada temannyayang gemar memuji dia.
   Aku sendiri kagum kepadamu. Kamu memang Cuma anak tukang kebun kami, tetapi sikap kamu  selalu sopan. Kamu juga cerdas. Kamu tidak malu dengan pekerjaan ayah kamu. Bahkan kamu selalu datang  ke rumah kami untuk membantu ayah kamu menyapu halaman atau membetulkan genteng. Sore itu kamu beru saja selesai membersihkan halaman, ketika Rudi mencegatmu.
    “Kamu mau mengerjakan PRku tidak,” Rudi menghalangi kamu yang akan pulang lewat pintu belakang.
“ PR harus kamu kerjakan sendiri,” sahutmu tegas.
    Rudi memang sok jagoan bila berhadapan dengan orang lemah. Apalagi bila dia berada di antara teman-temannya. Tetapi bila sendirian dan menghadapi orang seperti kamu, dia agak takut. Terbukti dia mengubah sikapnya kepadamu. Suaranya lebih lembut dari semula ketika dia membujuk. “Kalau kamu mau menuruti perintahku, nanti kuajak makan hamburger. Kamu kan belum pernah jajan hamburger. Paling-paling jajanan kamu kerupuk,” katanya serasa mengibar-ibarkan sehelai uang kertas 100 ribu di hadapanmu.
    Tetapi kamu tidak tertarik dengan bujuk rayu yang manis itu. Kamu justru merasa terhina. Merasa tersinggung oleh sikapnya yang sombong. Kamu membentak dia. “Sudah kukatakan, kerjakan sendiri!” Wajahmu merah karena marah sehingga Rudi takut. Dia membiarkan kamu pergi. Tapi bukan berarti dia sudah menyerah. Dia memang tidak pernah sadar kalau sifatnya itu tidak disukai banyak orang. Dia rupanya menyimpan dendam kepada kamu.
     Pagi tadi ketika kami sedang sarapan, Papa memanggil ayah kamu “ Kulihat sudah  banyak mangga yang masak di pohon. Coba suruh si Wewen dating untuk memetik mangga itu,agar kita bagi tetangga sebelah rumah kita,” kata Papaku.
   Kamu memang biasa disuruh Papaku mengambil mangga yang sudah masak. Sebab menurut Papaku, kamu pandai sekali membedakan mana mangga yang sudah benar-benar masak dan mana yang belum masak. Aku mengira dia membayangkan bisa memakan mangga yang manis sepulang sekolah nanti. Rupanya dugaanku keliru.
    Pulang sekolah kami mendapatkan rumah dalam keadaan sepi. Tidak ada ayah kamu yang biasa membukakan pintu pagar saat mobil kami datang. Mama juga tidak kelihatan. Ketika ku tanya pada bibik,dia menjawab, “ Ibu dan Bapak ke Rumah Sakit. Tadi Wewen jatuh dari pohon mangga. Kepalanya bocor kena batu yang ada di bawah pohon. Aduuh, darahnya banyak sekali…” kata si Bibik sambil menggigil karena ngeri.
    Kulihat wajah Rudi memucat.
Aku jadi curiga kepadanya.
Kulihat dia kekamarnya.
Kuikutin dia kekamarnya.
Kemudian kutanyai dia.
“Kecelakaan itu pasti ada hubungannya dengan kamu!” tuduhku bangis.
    Rudi terduduk lemas di atas tempat tidurnya. Matanya menatapku dengan penuh ketakutan. “Aku tidak bermaksud begitu. Aku cuma ingin member pelajaran kepadanya.”
   “Apa yang kamu lakukan sehingga dia bisa jatuh,” tanyaku marah.
    “Dahan atasnya kuberi oli. Aku tidak mengira akan begini akibatnya. Percayalah ,aku tidak bermaksud mencelakainya.” Katanya dengan suara memohon.
   Aku Cuma mendengus kesal.
   Benci sekali aku pada sifat  pengecutnya itu.
    “Jangan bila pada Papa dan Mama, ya. Aku takuuuut…”
Katanya lagi dengan gemetar. Dan kulihat dia menangis. Sedih sekali, belum pernah aku melihat dia seperti itu. Wen.  Sungguh!
Aku jadi kasian kepadanya. Dia yang selama ini merasa menjadi raja di rumah kami, tiba-tiba memohon belas kasian kepadaku dengan suara memelas. Aku jadi tidak tega melihatnya. Kupenuhi permintaannya.
   “Baiklah,” kataku. Aku tidak akan memberitahukan kepada Papa dan Mama. Tapi kamu harus minta maaf pada Wewen sore ini juga. Janji tidak akan melakukan hal semacam itu lagi.”
Dia mengangguk. Dari sinar matanya aku tahu dia sungguh-sungguh menyesal atas  kejadian itu. Karena itu Wen, kalau nanti aku dan Rudi dating, maafkanlah dia. Sebab hanya inilah kesempatan baginya untuk memperbaiki diri. Aku tahu kamu anak yang baik. Kamu pasti akan memaafkannya dengan hati tulus.
Nah, tunggulah kami dengan hati damai. Di luar hujan sudah reda. Aku pun sudah menyusul air mata yang sejak tadi membasahi pipiku.
Temanmu Yeni
  Wewen melipat surat yang baru dibacanya itu. Kemudian bibirnya bergetar. “ Tentu saja akan memaafkan Rudi, demi adiknya yang baik hati,” bisiknya.  Selesai.
   


Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

Link Sahabat Lintang Lovers

Iklan Anda

Flag Counter
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Mau buat buku tamu ini ?
Klik di sini
Komunitas Blog Dofollow Indonesia